Home » » Polemik Terjemah Al-Qur`an

Polemik Terjemah Al-Qur`an

Terjemah al-Qur`an Kementerian Agama (Kemenag) digugat. Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) menilai terjemah al-Qur`an berusia 46 tahun itu telah menimbulkan banyak masalah di negeri ini. Kesalahan terjemah Kemenag diklaim telah memicu aksi terorisme, liberalisme, aliran sesat, hingga kerusakan moral di masyarakat.

MMI menuntut Kemenag menarik seluruh terjemahannya dan menggantinya dengan terjemah tafsiriyah seperti yang dibuat MMI.

Namun, Kemenag menilai hal itu perbedaan pandangan semata, dan mempersilahkan MMI menerbitkan sendiri versi terjemahannya.

31 Oktober lalu, MMI meluncurkan Al-Qur`an Tarjamah Tafsiriyah, karya Amirul Mujahidin, Dr Muhammad Thalib. Sebuah terjemah al-Qur`an 30 juz yang berbeda sama sekali dengan terjemah versi Kemenag.

Thalib mengaku menemukan 3.229 kesalahan pada terjemah versi Kemenag. Kesalahan bertambah menjadi 3.400 pada edisi revisi tahun 2010. Dari 114 surat al-Qur`an yang diterjemah oleh Kemenag, hanya 6 surat yang lolos tashih ala MMI. 

TIM LAPORAN UTAMA                                                                   

Penanggungjawab / koordinator : Surya Fachrizal Ginting | Reporter : Ibnu Syafa'at, Jidi al-Kindi, Abu Abdil Barr | Fotografer : Muh. Abdus Syakur | Editor : Dadang Kusmayadi



Protes Terjemah Sang Mujahidin

Terjemah Kementerian Agama dinilai menyuburkan aksi teror, aliran sesat, liberalisme, hingga melegalkan perzinaan.

Di ujung Oktober 2011 lalu, ruang Ball Room, Hotel Sultan Jakarta seolah menjadi arena sidang in-absentia bagi Kementerian Agama (Kemenag) RI. Mewakili Kemenag, Lajnah Pentashih al-Qur`an didakwa telah melakukan 3.229 kesalahan terjemah al-Qur`an yang mengakibatkan maraknya aliran sesat, liberalisme, dan berbagai aksi pemboman di negeri ini. 

================CUT====================

Pemicu Terorisme?

Thalib mengatakan, Al-Qur`an Tarjamah Tafsiriyah adalah hasil penelitiannya yang intensif sejak 10 tahun lalu. Sebagai pelengkap, ia juga menulis buku berjudulKoreksi Tarjamah Harfiyah Al-Qur`an Kemenag RI yang dijual satu paket dengan Al-Qur`an Tarjamah Tafsiriah-nya. Sebuah buku yang memuat kritik terhadap 170 ayat terjemah versi Kemenag dari 3.229 kesalahan yang ditemukannya.

Dari sekian banyak dampak akibat salah terjemah al-Qur`an versi Kemenag yang diklaim MMI, tema terorisme adalah yang paling disorot. Menurut Irfan S. Awwas, terjemah harfiyah Kemenag soal ayat-ayat tentang jihad telah menyuburkan aksi-aksi terorisme di negeri ini.

Contohnya, kata Irfan, "Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Makkah)…" (Al-Baqarah [2]: 191). Katanya, terjemah itu seolah-olah membenarkan membunuh musuh di luar zona perang. "Hal ini, tentu sangat berbahaya bagi ketentraman dan keselamatan kehidupan masyarakat," kata Irfan.

================CUT====================

Kepada Suara Hidayatullah, Muchlis Hanafi mengatakan, masalah haramnya hukum terjemah harfiyah tidak perlu diperdebatkan. "Karena memang tidak mungkin untuk dilakukan," ujar Muchlis yang juga pengajar di Pusat Studi Al-Qur`an ini.

Kata Muchlis, para ahli dalam tim terjemah Kemenag sejak awal menyadari bahasa-bahasa di dunia ini terlalu miskin untuk bisa menerjemahkan al-Qur`an. Karenanya, yang dimaksud adalah terjemah makna al-Qur`an, bukan terjemah dengan pengertian alih-bahasa yang dapat menggantikan posisi teks al-Qur`an itu sendiri.

Muchlis menjelaskan, pihaknya menggabungkan metode terjemah harfiyah dan tafsiriyah. Lafal yang bisa diterjemahkan secara harfiyah, terjemahkan secara harfiyah. Yang tidak, diterjemahkan secara tafsiriyah baik dalam bentuk catatan kaki maupun penjelasan tambahan di dalam kurung.

Oleh sebab itu, Muchlis menampik segala dakwaan MMI, terlebih jika terjemah Kemenag dinilai telah membenarkan aksi-aksi terorisme. Muchlis menilai, perdebatan antara MMI dengan Kemenag adalah perbedaan cara pandang yang dimungkinkan karena karakter teks al-Qur`an mengandung berbagai kemungkinan penafsiran.

"Perbedaan sifatnya variatif, bukan kontradiktif," kata doktor ilmu tafsir lulusan Al-Azhar, Mesir ini.

Bukan Salah Terjemah

Meski menyambut baik terjemah tafsiriyah MMI, kebanyakan peserta tidak sepakat jika terorisme dikaitkan dengan terjemah al-Qur`an Kemenag. Hal itu diutarakan oleh Prof Sarlito Wirawan (Universitas Indonesia), Ustadz Rokhmat Labib (Ketua DPP HTI), juga Masdar Farid Mas'udi (PBNU).

================CUT====================

Baasyir menilai, memang ada kekurangan dalam terjemah Kemenag tetapi tidak sebanyak dan separah yang diklaim oleh Thalib. Ia juga mengatakan, terjemahan Kemenag terhadap ayat-ayat tentang jihad dalam al-Qur`an juga sudah benar.

"Tidak perlu ditarik dari peredaran. Kalau ditarik, pengaruhnya juga tidak banyak," ujar Baasyir.



================CUT====================

Meski demikian, karya Thalib tetap mendapatkan apresiasi. Seperti dikatakan Masdar Farid Mas’udi dari PBNU, "Ini sumbangan positif. Tapi, kalau mau jualan tidak perlu menyalahkan yang lain," katanya.*

Siapa Saja Boleh Menerjemahkan, Asal…

Menerjemahkan al-Qur`an merupakan bagian dari ijtihad. Dalam berijtihad tentu ada rambu-rambu yang harus ditaati.

Ketika mengisi taklim, Ustadz Muhammad Busyairi tidak bisa lepas dari al-Qur`an terjemahan. Biasanya ia menggunakan al-Qur`an terjemah Kementerian Agama (Kemenag) sebagai referensi saat membahas satu topik.

================CUT====================

Kriteria Penerjemah

Rektor Institut Ilmu al-Qur`an (IIQ) Jakarta, DR Ahsin Sakho Muhammad menilai menerjemahkan al-Qur`an merupakan bagian ijtihad. Di dunia pesantren, kata Ahsin, tradisi menerjemahkan al-Qur`an di luar versi Kemenag sudah menjadi hal yang biasa dalam proses belajar mengajar.

“Menurut saya, itu sah-sah saja karena menerjemahkan al-Qur`an merupakan pekerjaan ijtihadiyah yang memungkinkan terjadinya perbedaan,” jelas Ahsin kepada Ibnu Syafaat dari Suara Hidayatullah melalui sambungan telepon.

Namun, Ahsin mengingatkan, agar pihak-pihak yang berbeda dalam menerjemahkan al-Qur`an untuk tidak saling menghujat, dan tidak merasa hasil terjemahannya yang paling benar. Selain itu, Ahsin juga memberi catatan perihal orang yang berhak menerjemahkan al-Qur`an.

“Tidak sembarangan orang boleh menerjemahkan al-Qur`an. Mereka yang menerjemahkan al-Qur`an harus mumpuni di bidang ilmu al-Qur`an,” kata lelaki yang juga pernah menjadi Ketua Tim Revisi Terjemah al-Qur`an 1998 – 2002 ini.

Guru Besar Ilmu Tafsir Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Prof Yunahar Ilyas mengatakan, ada dua kriteria yang harus dipenuhi seorang penerjemah al-Qur`an. Kompetensi yang bersifat pribadi seperti Muslim, saleh, wara’ atau tidak terpengaruh kepentingan dunia semisal politik atau bisnis.

Dari segi keilmuan, ujar Yunahar, penerjemah harus pandai bahasa Arab, mengerti nahwu sharaf, balaghah, fiqhullughah-nya. Dia juga harus mengerti ulumul quran, Hadits dan ulumul Hadits, fiqh dan ushul fiqh, agar istinbath yang dilakukannya tidak keliru. Ia juga harus memahami sejarah Arab, Rasulullah,  dan para Sahabat.

“Karena langka sekali ditemukan seseorang yang menguasai ilmu secara komprehensif, ada baiknya jika dalam menerjemahkan al-Qur`an dilakukan secara kolektif,” kata Ketua PP Muhammadiyah ini.

Berefek?

Ahsin tidak mempersoalkan jika bermunculan terjemahan al-Qur`an dengan berbagai versi. Ahsin yakin jika masyarakat akan memilih al-Qur`an terjemah yang dipercaya otoritasnya.

“Saya rasa tidak ada efek dengan banyaknya terjemahan al-Qur`an. Saya hanya berharap umat Islam teliti terlebih dahulu, apakah hasil terjemahannya akademis atau tidak,” paparnya.

Sikap yang sama juga ditunjukkan oleh Yunahar. Ia tidak mempersoalkan terbitnya al-Qur`an terjemah di luar versi Kemenag. Hanya saja, Yunahar menilai, fenomena ini memiliki efek negatif di tengah umat Islam.

“Memang ini berdampak pada orang awam yang akan mengalami kebingungan. Tapi untuk menilai versi yang dianggap paling baik, orang awam itu bisa menilai dari sisitrack record penulisnya, kompeten atau tidak,” kata Yunahar yang juga salah satu ketua MUI Pusat ini.

Secara pribadi Yunahar menilai al-Qur`an terjemah Kemenag tidak ada kesalahan. Kalaupun ada, itu hanya pada susunan kalimatnya saja yang tidak terlalu menganggu.

Wajib Tashih

Meski tidak dilarang menerbitkan al-Qur`an terjemahan dengan versi yang berbeda, tetapi sesuai prosedur setiap penulis atau penerbit harus men-tashih mushaf tersebut melalui Lajnah Pentashih Al-Qur`an Kemenag.

“Jadi, terjemahnya urusan masing-masing penerjemah. Orang tidak harus tunduk pada terjemah al-Qur`an versi Depag, tapi mushafnya harus, untuk menjaga kemurnian al-Qur`an. Negara punya otoritas untuk melarang menerbitkan mushaf al-Qur`an yang salah. Kalau kemudian terjemahnya salah, itu tanggung jawab si penerjemah,” jelas Yunahar.

Dr Ahmad Hatta, penyusun Tafsir Qur`an Per Kata yang dicetak Pustaka al-Maghfirah memaparkan, saat ini memang banyak bermunculan al-Qur`an terjemah dengan berbagai versi. “Tafsir itu banyak macamnya, dari tafsir ahlus sunnah hingga tafsir yang ekstrim, atau tafsirnya kaum sufi,” ujar  Hatta.

Ia mengaku, Tafsir Qur`an Per Kata yang disusunnya juga didasari ketidakpuasannya kepada terjemah versi Kemenag. “Makanya saya susun tafsir sendiri. Dan, mushaf saya juga ditashih oleh Lajnah Pentashih Kemenag,” katanya.

Dua Kali Revisi

Muchlis Hanafi, Kepala Bidang Pengkajian al-Qur`an Kemenag mengatakan, al-Qur`an terjemah Kemenag  disusun oleh sebuah tim yang terdiri dari beberapa ulama anggota Lembaga Penterjemah Kitab Suci al-Qur`an pada tahun 1965

================CUT====================

Prof Dr Yunahar Ilyas,

Guru Besar Ilmu Tafsir Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Kita tidak harus tunduk pada fatwa Timur Tengah"

MMI mengatakan ada fatwa dari Timur Tengah yang mengharamkan terjemah harfiyah?

Katanya ada fatwa dari Timur Tengah tentang menerjemahkan kata-perkata al-Qur'an secara murni. Saya katakan boleh menerjemahkan secara harfiah, tapi untuk kata-kata tertentu harus mengikuti tafsir. Biasa saja kalau ada yang berfatwa tidak boleh menerjemahkan secara kata per kata (leterlijk), tapi kita tidak harus tunduk pada fatwa Timur Tengah itu.

Terjemah al-Qur'an versi Depag dinilai telah mendorong aksi-aksi terorisme, benarkah demikian?

Terkait kalimat waqtuluhum haitsu tsaqiftumuhum  di dalam al-Qur'an yang artinya bunuhlah mereka di manapun kamu temui mereka. Itu ayatnya dalam konteks perang, tapi terjemah per katanya memang bunuh.  Terjemah untuk kalimat ini memang harus memadukan antara terjemah harfiah dan tafsiriah. Kalau sudah sulit ditafsirkan karena panjang, bisa dibuatkan catatan kaki. Terjemah yang dikeluarkan oleh Depag ini memberikan catatan kaki.

================CUT====================

orang awam itu bisa menilai dari sisitrack record penulisnya, kompenten atau tidak. Buku Shirah Rasul misalnya, banyak diterbitkan. Tinggal kita lihat penulisnya apakah memiliki background tentang sejarah Islam atau tidak. Saya akan lebih percaya penulis yang memiliki background yang sama dengan yang ditulisnya.



DR Ahsin Sakho Muhammad, Rektor Institut Ilmu al-Qur`an (IIQ) Jakarta, mantan Ketua Tim Revisi Terjemah al-Qur`an 1998 – 2002

"Menerjemahkan al-Qur`an tidak boleh sembarangan"

MMI meluncurkan al-Qur`an terjemah tafsiriyah yang berbeda dengan terjemahan versi Kementerian Agama. Apa tanggapan Anda?

Menurut saya, itu sah-sah saja. Karena menerjemahkan al-Qur`an merupakan pekerjaan ijtihadiyah yang memungkinkan terjadinya perbedaan. Namun, tentu harus menggunakan metode yang akademis. Tidak sembarang orang boleh menerjemahkan al-Qur`an. Butuh keahlian ilmu.

Jika tidak ada otoritas tunggal dalam menerjemahkan al-Qur`an di Indonesia, maka diyakini bakal ada al-Qur`an terjemah dengan berbagai versi. Apakah Anda tidak khawatir?

Tidak. Di Indonesia ini kebiasaan menerjemahkan al-Qur`an yang tidak sesuai dengan versi Depag ini bukanlah hal yang baru. Bahkan di pesantren-pesantren tradisi menerjemahkan al-Qur`an di luar versi Depag sudah menjadi hal yang biasa dalam proses belajar mengajar.

Jika ada versi-versi lain yang bermunculan, maka kita harus lihat dulu, apakah hasil terjemahannya akademis atau tidak.

================CUT====================



Apakah Kemenag menerima masukan atau koreksi terjemahan al-Qur`an?

Saya kira iya. Ada baiknya memang jika ada pihak yang merasa terjemahan al-Qur`an versi Depag itu dinilai terjadi kekeliruan, maka sampaikanlah kepada Depag. Lakukan diskusi.

Drs Muhammad Thalib, Amir Majelis Mujahidin Indonesia (MMI)

"Siapa pun yang meragukan, kita ajak debat terbuka!"

Sejak kapan Anda mulai meneliti terjemah al-Qur`an versi Kementerian Agama?

Terjemah versi Depag (Kemenag) ini sudah saya curigai kesalahannya sejak tahun 1981. Saya mulai menyelidiki terjemah al-Qur'an versi Depag yang dikeluarkan pada tahun 2002. Ternyata banyak kesalahan. Ketika muncul terjemah Depag pada tahun 2010, justru lebih banyak lagi kesalahannya.

Kenapa memilih terjemah al-Qur'an versi Depag?

Ada tiga alasan. Pertama, Depag ini dianggap yang profesional oleh masyarakat. Kedua, Depag ini lembaga negara, sehingga pengaruhnya lebih besar. Ketiga, menggunakan anggaran negara. Nah, Depag sama sekali tidak bertanggung jawab pada ketiga hal ini.

Inti kritik terjemah al-Qur'an versi Depag apa?

Intinya, kalau memahami al-Qur'an berdasarkan terjemah versi Depag akan menjadi kacau semua. Kekacauaun bisa terjadi di dalam bidang hubungan antar agama, karena (terjemahnya-red) memberikan peluang untuk melakukan tindakan anarkis kepada non Muslim, dan mengesankan Islam melakukan pembunuhan secara semena-mena kepada non Muslim. Itu ada di dalam al-Qur`an surah Al-Ahzab ayat  61. Yang berkaitan dengan aqidah juga fatal karena bertentangan dengan Hadits mutawattir, yang menjelaskan bahwa setiap orang Yahudi dan Nasrani saat ini beriman kepada Nabi Isa sebelum mereka meninggal. Ini terdapat di dalam catatan kaki al-Qur`an surah An-Nisa ayat 159.

Siapa yang membantu Anda dalam proses pembuatan terjemah ini?

Saya kerjakan sendiri. Kecuali mengetik ada yang membantu. Mengerjakan terjemah secara tim itu banyak kelemahan. Menyatukan pemahaman itu sulit, kesetaraan ilmunya juga sulit. Untuk menafsirkan al-Qur'an ini seseorang harus menguasai 60 cabang ilmu agama. Kurang satu saja ndak bisa.

Bukankah dengan tim bisa saling melengkapi?

Kalau tim kesalahannya malah justru lebih banyak, karena mereka mau ndak mau akan melakukan langkah-langkah kompromi. Inilah yang membuatnya jadi fatal. Jadi akan lebih baik melakukan terjemah atau tafsir itu personal dengan syarat lulus 60 cabang ilmu itu.

Praktiknya dulu juga dilakukan sendiri. Ibnu Abbas sendiri, Ibnu Mas'ud sendiri, Imam Thabari dan Ibnu Katsir sendiri. Kerja tim untuk terjemah ini sangat riskan dan penuh dengan kelemahan-kelemahan.

Pengurus Jamaah Ansharut Tauhid menyebut terjemah ini adalah proyek deradikalisasi. Tanggapan Anda?

Suruh saja buktikan, yang mana yang dianggap proyek deradikalisasi. Apa perlu digubris yang kayak gitu. Ilmu saja tidak punya. Ngerti ndak kata-kata radikal itu apa. Yang jelas mereka tidak punya kapasitas untuk itu.

Munculnya terjemah versi baru ini ditengarai bisa memecah belah umat. Apa tanggapan Anda?

Itu kata siapa? Karena itu, saya pertanyakan mengapa saat launching (peluncuran) di Jakarta semua Ormas Islam diundang, tapi yang hadir cuma kalangan umum dan NU. Kalau khawatir soal ini bisa memecah belah umat, kita kan boleh debat terbuka. Kenapa tidak jujur menyampaikan secara terbuka seperti PBNU.

Terjemah al-Qur'an versi MMI rencana ke depannya bagaimana?

Ya, tinggal kita terbitkan terus. Siapa pun yang meragukan kita ajak debat terbuka. Mereka harus bisa menyalahkan secara akademik. Asal jangan menebar kelicikan-kelicikan. Kita ini berhadapan dengan tukang licik sudah 40 tahun lebih. 25 tim ahli al-Qur`an itu juga kita tantang tapi tidak ada yang jalan.

0 comments:

Post a Comment